Tahukah Anda bahwa ada orang yang memilih untuk hidup “miskin”? Saya beri tanda petik karena sudut pandang miskinnya adalah dari kacamata saya, kalangan manusia yang masih membutuhkan dan menginginkan makan enak, rumah layak dan bersih, juga pendidikan, dan kebutuhan pendukung lainnya. Awalnya saya jg berpikir bahwa semua orang pasti ingin hidup sejahtera, kalau mereka miskin, pasti bukan karena pilihan atau rencananya untuk hidup serba kekurangan. Tapi ternyata…
Perubahan cara pandang tersebut didapat waktu saya di Norwegia. Dulu saya berpikir, di negeri orang yang sangat kaya tentunya tidak ada fakir miskin atau peminta-minta. Apalagi seperti Norwegia – salah satu negara dengan tingkat pendapatan per orang tertinggi di dunia, kurang lebih 20x dari Indonesia – dimana pengangguran pun diberi santunan berupa pembinaan maupun uang tunai. Ternyata tidak juga, di kota Oslo, saya masih menjumpai pengemis. Tetapi tetap, ada yang berbeda.
Kalau di Indonesia karena mereka tidak diurus negara, sementara di Oslo, karena mereka tidak mau diurus, alias, mereka memilih untuk hidup demikian. Ya, karena menghargai Hak Asasi Manusia, pemerintah Norwegia tidak dapat memaksa untuk menertibkan dan membina mereka. Jika mereka menolak fasilitas pembinaan yang ditawarkan dan mengatakan lebih suka hidup di jalanan, maka pemerintah tidak boleh memaksa. Jadi, ya, ternyata setiap orang memang memiliki filosofi hidup masing-masing. Tidak semua menginginkan harta, sebagian ingin menghindari segala bentuk kepemilikan atau rasa memiliki terhadap materi-materi duniawi. Mereka hidup murni untuk hidup.
Itu hanya sedikit gambaran mengenai penghargaan Norwegia sebagai negara, terhadap Hak Asasi Manusia. Sebagai gambaran tambahan, orang-orang yang sudah terbukti melanggar hukum pun harus dihormati haknya, kalau di sana ya.. Mau bukti? Silakan lihat foto-foto kondisi penjara di Halden, Norwegia. Jangan iri yaaaa.. 🙂
Foto diatas berserta inskripsinya diambil pada tahun 2010 dari artikel TIME.